Zakat
profesi belumnya tidak banyak dikenal oleh masyarakat luas dalam
khasanah keilmuan Islam, berbeda dengan zakat yang sumber pendapatan
dari pertanian, peternakan dan perdagangan. sedangkan hasil profesi
berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (mal/kekayaan).
Oleh sebab itu, hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan
wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.
Lebih
jauh Amien Rais telah menuangkan gagasan zakat profesi dalam tulisannya
berjudul ?memikirkan kembali kewajiban zakat? dalam bukunya Cakrawala
Islam: Antara Cita dan Fakta (1999:58-65). Selengkapnya adalah: ?Yang
saya persoalkan adalah zakat untuk profesi, yang mendatangkan riski
dengan gampang dan cukup melimpah, setidak-tidaknya dibandingkan dengan
penghasilan rata-rata penduduk. Jadi gugatan saya agar persentase zakat
yang 2,5 persen itu ditinjau lagi dan kalau perlu ditingkatkan ?
katakanlah sampai 10 persen (?usyur) atau 20 persen (khumus) ? bukan
saya tujukan untuk semua penghasilan untuk semua profesi, melainkan
khusus untuk profesi yang mudah mengatangkan rizki...profesi yang dapat
mendatangkan rizki secara gampang dan melimpah dewasa ini jumlahnya,
seperti misalnya komisaris perusahaan, bankir, konsultan, analis,
broker, dokter sepesialis, akuntan, notaris, artis, dan pelbagai penjual
jasa serta macam-macam profesi ?kantoran? (white collar) lainnya?.
Zakat ini bersumber pendapatan dari profesi (keahlian tertentu) tidak
banyak dikenal di masa generasi terdahulu. Oleh sebab itu, uraian dan
bahasan zakat profesi tidak dapat dijumpai dalam literature terdahulu
secara mendetil seperti uraian dan pembahasan zakat-zakat lainnya. Namun
dalam kehidupan sekarang sudah banyak bermunculan profesi/keahlian yang
sangat mudah untuk mendapatkan penghasilan yang melebihi penghasilan
pedagang atau petani, maka tidak berarti pendapatan dari hasil profesi
(dokter, akuntan, konsultan, pengacara, interprener dan yang sejensinya)
terbebas dari zakat.
Karena
zakat itu, pada hakekatnya adalah pungutan terhadap kekayaan golongan
yang memiliki kelebihan harta dari kebutuhan pokok (basic need) hidup
(sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan) untuk diberikan
kepada golongan yang membutuhkan (mustahik). Sebagai referensi zakat
profesi telah dijelaskan: 1. Al Qur?an menguraikan dalam surat Al
Baqarah ayat 267: "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih
yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya.
Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji" 2. Al Qur?an
surat Adz Dzariyat 19: ?dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang
miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bagian? 3. Hadist
Nabi SAW: ?Apabila zakat bercampur dengan harta lainnya, maka zakat akan
merusak harta itu?. (HR. Al Bazar dan Al Baehaqi) Para ulama yang
mewajibkan zakat profesi berbeda pendapat waktu pengeluaran/pembayaran
zakat profesi antara lain: 1. Abu Hanifah, Malik dan ulama modern,
seperti Muh Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul, akan
tetapi terhitung sejak awal dan akhir harta itu diperoleh (umpamanya
Januari sd Desember), maka pada masa setahun tersebut harta
diakumulasikan, jika sudah sampai pada batas minimal (nisab) maka wajib
mengeluarkan zakat. 2. Menurut As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul
(sudah cukup satu tahun), terhitung sejak harta diperoleh. 3. Ibnu
Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama modern seperti Yusuf
Qardhawi tidak mensyaratkan haul (sudah cukup satu tahun), tetapi zakat
dikeluarkan langsung pada saat mendapatkan harta tersebut. Mereka
mengqiyaskan zakat profesi ini dengan zakat pertanian yang dibayarkan
zakatnya pada setiap waktu panen.
Nisab
zakat pendapatan/profesi mengambil rujukan kepada nisab zakat tanaman
dan buah-buahan sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara dengan 520 kg
beras yang dikeluarkan setiap panen setelah mencapai nisabnya dengan
kadar yang diqiyaskan kepada zakat emas dan perak, yaitu 2,5% dari
seluruh penghasilan kotor. Hadits yang menyatakan kadar zakat emas dan
perak adalah: ?Bila engkau memiliki 20 dinar emas, dan sudah mencapai
satu tahun, maka zakatnya setengah dinar (2,5%)? (HR. Ahmad, Abu Dawud
dan Al-Baihaqi). Menurut Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi
dibedakan menurut dua cara: 1. Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5%
dari penghasilan kotor secara langsung, baik dibayarkan bulanan atau
tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan
rezekinya oleh Allah. Jika seseorang profesi menghasilkan dalam satu
tahun mencapai batas minimal (nisab) yang disetarakan dengan harga 85
gram emas (sesuai harga emas dipasaran setempat). 2. Setelah dipotong
dengan kebutuhan pokok (sandang, papan, pangan, pendidikan dan kesehatan
serta biaya operasinal ketika menjalankan profesinya), maka zakat
dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode
ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan
dengan pemahaman berapapun sisanya wajib dizakati. Menurut hemat
penulis, jika setelah dipotong dengan kebutuhan pokok (sandang, papan,
pangan, pendidikan dan kesehatan) masih ada sisa setara dengan harga 85
gram emas, maka zakat dihitung 2,5%. Dan jika setelah dipotong kebutuhan
pokok masih ada sisa, namun tidak setara dengan harga 85 gram emas,
maka baginya tidak wajib zakat. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah
keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat
dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Oleh sebab,
hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat
maka baginya wajib menunaikan zakatnya. Diambil dari berbagai sumber,
semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih....