Friday, May 8, 2020
Tuesday, August 21, 2018
KHUTBAH IDUL ADHA 1439/2018 M
KHUTBAH IDUL ADHA 1439 H
MENYERAP ENERGI POSITIF NABI
IBRAHIM
السلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
اَلْحَمْدُ للهِ
لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٍ. اَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ اَلَّذِىْ هَداَنَا
وَأَنْعَمَنَا بِالإِسْلاَمِ وَأَمَرَنَا بِالْجِهَادِ وَنَوَّرَ قُلُوْبَنَا
بِالْكِتَابِ الْمُنِيْرِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَلَّذِىْ بَلَغَ الرِّسَالَةِ وَأَدَّى اْلأَمَانَةِ وَنَصَحَ اْلأُمَّةِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ هَذاَ النَّبِيِّ اْلكَرِيْمِ سيدنا مُحَمَّدِبْنِ عَبْدِ الله وَعَلىَ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَءَامِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ
كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيَجْعَلْ لَكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ.
Ma’asyiral
Muslimin wa Zumrotal Mukminin Rahimakumulloh!
Ribuan tahun
yang lalu, di tanah kering dan tandus, di atas bukit-bukit bebatuan yang ganas,
sebuah cita-cita universal ummat manusia dipancangkan. Nabi Ibrahim
Alaihissalam, Abu al-Millah, telah memancangkan sebuah cita-cita yang kelak
terbukti melahirkan peradaban besar. Cita-cita kesejahteraan lahir dan batin.
Suatu kehidupan yang aman, tenteram, dan sentosa dan secara materi subur dan
makmur.
وَإِذْ قَالَ
إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا ءَامِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ
الثَّمَرَاتِ مَنْ ءَامَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ قَالَ وَمَنْ
كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ
الْمَصِيرُ.
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim
berdo`a: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan
berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara
mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang
yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani
siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali". (QS,
al-Baqarah: 126)
Pada hari ini
ratusan juta manusia, dari berbagai etnik, suku, dan bangsa di seluruh penjuru
dunia, mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil, sebagai refleksi rasa syukur
dan sikap kehambaan mereka kepada Allah SWT. Sementara jutaan yang lain sedang
membentuk lautan manusia di tanah suci Makkah, menjadi sebuah panorama
menakjubkan yang menggambarkan eksistensi manusia di hadapan kebesaran Rabb Yang
Maha Agung. Mereka serempak menyatakan kesediaannya untuk memenuhi
panggilan-Nya;
“Labbaika
Allahumma labbaik, labbaika laa syariika laka labbaik. Innal hamda wan ni’mata
laka wal mulk la syariika lak.”
Sesungguhnya apa
yang dipancangkan oleh Nabi Ibrahim itu adalah sebuah momentum sejarah yang
menentukan perjalanan hidup manusia sampai sekarang ini. Ia menghendaki sebuah
masyarakat ideal yang bersih; yang merupakan refleksi otentik interaksinya
dengan sistem kepercayaan, nilai-nilai luhur, dan tata aturan (syariat) yang
telah menjadi dasar kehidupan bersama.
Ibrahim adalah
suri tauladan abadi. Ketundukannya kepada sistem kepercayaan, nilai-nilai dan
tata aturan ilahiah selalu menjadi contoh yang hidup sepanjang masa. “Ketika
Allah berfirman kepadanya, “Tunduk patuhlah (Islamlah),” maka ia tidak pernah
menunda-nundanya walau sesaat, tidak pernah terbetik rasa keraguan sedikit pun,
apa lagi menyimpang. Ia menerima perintah itu dengan seketika dan dengan penuh
ketulusan.
Atas dasar
itulah beliau wariskan Islam dan sikap ketundukan kepada-Nya untuk anak cucu
sepeninggalnya, untuk generasi berikutnya sampai akhir masa. Allah berfirman
dalam surat Al-Baqarah 132:
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَابَنِيَّ إِنَّ
اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Dan
Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub.
(Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih
agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama
Islam". Wahai anak-anakku! Sesungguhnyaa Allah telah memilih agama ini
bagimu!”
Allahu Akbar 3x Allahu Akbar wa lillahi al-hamd
Hari raya Idul
Adha juga merupakan hari raya istimewa karena dua ibadah agung dilaksanakan
pada hari raya ini yang jatuh di penghujung tahun hijriyah, yaitu ibadah haji
dan ibadah qurban. Qurban yang berasal dari kata “qaruba – qaribun” yang
berarti dekat. Jika posisi seseorang jauh dari Allah, maka dia akan mengatakan
lebih baik bersenang-senang keliling dunia dengan hartanya daripada pergi ke
Mekah menjalankan ibadah haji.
Namun bagi hamba
Allah yang memiliki kedekatan dengan Rabbnya dia akan mengatakan “Labbaik
Allahumma Labbaik” – lebih baik aku memenuhi seruanMu ya Allah…Demikian juga
dengan ibadah qurban. Seseorang yang jauh dari Allah tentu akan berat
mengeluarkan hartanya untuk tujuan ini. Namun mereka yang posisinya dekat
dengan Allah akan sangat mudah untuk mengorbankan segala yang dimilikinya
semata-mata memenuhi perintah Allah.
Mencapai posisi
dekat “Al-Qurban/Al-Qurbah” dengan Allah tentu bukan merupakan bawaan sejak
lahir. Melainkan sebagai hasil dari latihan (baca: mujahadah) dalam menjalankan
apa saja yang diperintahkan Allah SWT.
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah.
Dalam ibadah
qurban, kembali Nabi Ibrahim tampil sebagai manusia pertama yang mendapat ujian
pengorbanan dari Allah SWT. Ia harus menunjukkan ketaatannya yang totalitas
dengan menyembelih putra kesayangannya yang dinanti kelahirannya sekian lama.
“Maka tatkala
anak itu sudah berumur baligh, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”
Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya
Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Jama’ah Shalat
Idul Adha Rahimakumullah.
Andaikan Ibrahim
manusia yang lemah, tentu akan sulit untuk menentukan pilihan. Salah satu
diantara dua yang memiliki keterikatan besar dalam hidupnya; Allah atau
Isma’il. Berdasarkan rasio normal, boleh jadi Ibrahim akan lebih memilih Ismail
dengan menyelamatkannya dan tanpa menghiraukan perintah Allah tersebut. Namun
ternyata Ibrahim adalah sosok hamba pilihan Allah yang siap memenuhi segala
perintah-Nya, dalam bentuk apapun. Ia tidak ingin cintanya kepada Allah memudar
karena lebih mencintai putranya. Akhirnya ia memilih Allah dan mengorbankan
Isma’il yang akhirnya menjadi syariat ibadah qurban bagi umat nabi Muhammad
SAW.
Karena itu,
dengan melihat keteladanan berqurban yang telah ditunjukkan oleh seorang
Ibrahim, apapun Isma’il kita, apapun yang kita cintai, qurbankanlah manakala
Allah menghendaki. Janganlah kecintaan terhadap isma’il-isma’il itu membuat
kita lupa kepada Allah. Tentu, negeri ini sangat membutuhkan hadirnya sosok
Ibrahim yang siap berbuat untuk kemaslahatan orang banyak meskipun harus
mengorbankan apa yang
dicintainya.
Ma’asyirol
muslimin hadaanallahu wa iyyaakum.
Kita juga sadar
bahwa kita berhutang budi dalam memanfaatkan negeri ini kepada orang tua
generasi pendahulu, para perintis dan mereka yang telah berjasa untuk itu. Kita
juga berhutang budi dalam masalah aqidah dan agama yang kita banggakan ini,
kepada generasi salaf saleh yang menanggung bermacam kesulitan dan derita dalam
mempertahankan risalah ini pada masa pertamanya, dan yang telah mengorbankan
harta dan jiwa mereka menghadapi musuh-musuh Islam untuk menyampaikan agama ini
kepada orang-orang setelah mereka, mereka pula yang telah menghilangkan banyak
rintangan yang disebarkan oleh para pencela, pengingkar dan pendusta agama ini.
Demikian sungguh
pelajaran yang sangat berharga. Kita selaku generasi masa kini telah berhutang
budi kepada generasi-genersai sebelumnya dalam seluruh apa yang kita ni`mati
saat ini sebagai hasil dari pengorbanan, perjuangan dan sikap mereka yang
mendahulukan kepentingan orang lain. Maka sepatutnyalah jika kita melanjutkan
rangkaian pengorbanan mereka itu sehingga kita dapat menyampaikan keni`matan
ini kepada generasi berikutnya seperti yang telah dilakukan oleh generasi
sebelum kita.
Disini hari raya
Idul Adha kembali hadir untuk mengingatkan kita akan ketinggian nilai ibadah
haji dan ibadah qurban yang sarat dengan pelajaran kesetiakawanan, ukhuwwah,
pengorbanan dan mendahulukan kepentingan dan kemaslahatan orang lain. Semoga
akan lahir keluarga-keluarga Ibrahim berikutnya dari bumi tercinta Indonesia
ini yang layak dijadikan contoh teladan dalam setiap kebaikan untuk seluruh
umat.
أَعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم.
إِنَّا
أَعْطَيْنَا كَالْكَوْثَرِ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ
اْلأَبْتَرُ.
جَعَلَنَا
الله وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ. وَأَدْخَلَنَا
وَإِيَّاكُمْ مِنْ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ
وَأَنْتَ خَيْرُ الراَّحِمِيْنَ.
Khutbah
2
اَللهُ
أَكْبَرُ ... X 7
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْراً وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ
بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ
رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٌ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى
يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا
بَعْدُ. فَيَا عِبَادَ اللهِ ... اِتَّقُوْا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ. وَاعْلَمُوْا
أَنَّ اللهَ تَعَالَى صَلَّى عَلَى نَبِيِّهِ قَدِيْمًا: إِنَّ اللهَ
وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلىَ
سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلىَ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلىَ
سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ
الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنا دِيْنَنَا الَّذِي
هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنا وَأَصْلِحْ لنا دُنْيَانا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا
وَأَصْلِحْ لنا آخِرَتَنَا الَّتِي فِيهَا مَعَادُنا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ
زِيَادَةً لنا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لنا مِنْ كُلِّ
شَرٍّ. اللّهمَّ أَعِزَّ الإسْلاَمَ وَالمسلمين وَأَذِلَّ الشِّرْكَ والمشركين
وَدَمِّرْ أعْدَاءَ الدِّينِ وَاجْعَلْ دَائِرَةَ السَّوْءِ عَلَيْهِمْ يا ربَّ
العالمين. اللهمَّ ارْزُقْنَا الصَّبْرَ عَلى الحَقِّ وَالثَّبَاتَ، يَا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِيْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وصَلِّ اللهمَّ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ
سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وصَحْبِهِ وَسَلِّمْ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ. اَللهُ أَكْبَرُ ... X 3
وَلِلَّهِ الْحَمْدِ
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
<html>
<head>
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-5026633091698896"
crossorigin="anonymous"></script>
</head>
</html>
Labels:
5 menit,
adha,
cepat,
gaul,
gratis,
Hari Raya,
ibrahim,
idul qurban,
jokowi khutbah,
khutbah 2018,
khutbah millenial,
khutbah modern,
khutbah NU,
khutbah singkat,
mengharukan,
milenial,
qurban,
ringka khutbah
Saturday, March 26, 2016
HAK IJBAR DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEREMPUAN
Pendahuluan
Agenda untuk menafsir ulang atas ajaran agama yang berimplikasi pada ketidak adilan gender, masih terus diupayakan oleh para pejuang gender main stream. Hal ini terus dilakukan karena diraskan bahwa munculnya ketidak adilan gender di antaranya lebih disebabkan atas tafsiran beberapa ajaran agama yang dipenuhi oleh subjektivitas dan hegemoni lakilaki yang saat itu merupakan mayoritas yang eksis di ranah publik dan diskursus keilmuan, sehingga dipandang sebagai pemegang otoritas tafsir agama. Tulisan sederhana ini akan berupaya untuk ikut andil dalam upaya membaca kembali ajaran fiqih munakahat mengenai konsep ijbar. Adapun mengapa persoalan ini dimasukkan dalam studi analisis gender, adalah dikarenakan ternyata prinsip ijbar telah melahirkan suatu ketidak adilan yang berlapis-lapis bagi perempuan dikarenakan kemunculun prinsip ini telah melahirkan praktek kawin usia belia/pernikahan dini bagi perempuan, yang berimplikasi terrenggutnya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, ancaman gangguan kesehatan reproduksi perempuan, disamping pula munculnya beban kerja/burden akibat bertumpuknya pekerjaan sektor domestik.
Prinsip Ijbar dalam Wacana Fiqih
Ijbar dalam wacana fiqih adalah sebuah keadaan yang berarti kewenangan seorang wali nikah, dalam hal ini dikhususkan bagi ayah dan kakek, untuk menikahkah anak gadisnya tanpa diperlukan adanya persetujuan/konfirmasi dari anak tersebut. (Al Imam Ishaq An Naisaburi, Al Muhazzab, Vol II:3). Bahkan Ibnu Hazm menyatakan bahwa anak tersebut tidak memiliki hak opsional(khiyar) ketika ia sampai pada usia baligh, terkait keberlangsungan pernikahannya tersebut. (Ibnu Hazm, Al Muhalla, Vol. IX:458). Adapun dasar normatif sebagai dasar hukum bahwa ayah memiliki otoritas mutlak dalam "memaksa" anak gadisnya untuk menikah adalah Hadits bersumber dari Ibnu Abbas yang berbunyi :
الثيب أحق بنفسها من وليها و البكر تستأمرها
Artinya " Janda itu lebih berhak(menentukan pilihan) untuk dirinya, sedangkan gadis dimintai pendapatnya (terkait pernikahannya)
Dasar normatif lain adalah Hadits yang bersumber dari Abu Hurairah yang berbunyi:
لا تنكح الأيم حتى تستأمر ولا تنكح البكر حتى تستأذن
Dalam hal perkawinan, janda itu dimintai pendapatnya, sedangkan gadis dimintai izinnya" (HR. Muslim Hadits No. 1419)
Dari kedua teks yang dikutip di atas, ternyata tidak ditemukan redaksi yang secara eksplisit memberi pengertian pemaksaan kehendak wali nikah terhadap perkawinan anak gadisnya. Bahkan, malah memunculkan pertanyaan, berdsarkan petunjuk, indikator dari manakah hingga mengantarkan pada pemahaman yang mengerucut pada formula ijbar bagi anak perempuan yang berstatus gadis.
Tidaklah tertutup kemungkinan bahwa perkembangan suatu pemikiran yang akhirnya mapan, establish sebagai bahasa yang umum dan berkembang, populer adalah tidak bisa dilepaskan dari hegemoni kekuasaan yang membentuknya, dan kebetulan, dari bukti-bukti karya ilmiah klasik, penguasa diskursus Islam, dan hukum secara sempit, ketika itu adalah kebetulan, hampir semuanya laki-laki. Sehingga wajar, bila konsep yang lahirpun banyak merupakan cerminan dari hegemoni tersebut.
Di sisi lain, hak yang diberikan oleh syariat atas seorang wali adalah untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan terhadap sebagian hal yang mibah untuk mencapai kemaslahatan yang sudah jelas terraih.Mereka tidak serta merta berhak melakukan pemaksaan kehendak, yang tentunya lebih banyak mengarah kepada hal-hal yang tidak diinginkan bersama, yaitu kelua,rga yang penuh pemenjaraan dan penindasan.
Sekarang, bagaimana dampak prinsip ijbar yang diintroduksikan oleh fiqih tersebut dalam realitas sosial? Data dari hasil penelitian Indraswari mengenai kawin muda dan aborsi menunjukkan bahwa dari 25 responden, 18 di antaranya (72%) menyatakan bahwa alasan mengapa mengapa mereka melakukan kawin muda, adalah dikarenakan dipaksa orang tua untuk menikah, dalam arti bahwa keputusan untuk kawin atau tidak kawin relatif sedikit sekali melibatkan responden perempuan sebagai pelaku langsung. (Indraswari, Fenomena Kwin Muda dan Aborsi, dalam Syafiq hasyim (ed), Menakar Harga Perempuan, hlm. 142)
Labels:
analisis jender,
fikih,
fiqih,
gender,
gunungkidul,
hukum,
hukum keluarga,
hukum perkawinan,
hukum pernikahan,
jender,
kesetaraan gender,
makalah,
munakahat,
paper,
skripsi,
studi,
tesis,
walang kayu
Subscribe to:
Posts (Atom)