Showing posts with label Bahasa. Show all posts
Showing posts with label Bahasa. Show all posts

Friday, July 25, 2014

KHUTBAH IDUL FITRI (BAHASA INDONESIA)

MEMPERTAHANKAN KARAKTER RAMADHAN

KHUTBAH I

الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْالله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْالله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ  لاَإلَهَ إلاَّ الله ُوَالله
 ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد ، 
الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ بِنِْعمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتِ الَّذِيْ هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلاَ أنْ هَدَانَا الله ُ ، أشْهَدُ أنْ لاَإلَهَ إلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيُ خَصَّنَا بِخَيْرِ كِتَابٍ أُنْزِلَ وَأَكْرَمَنَا بِخَيْرِ نَبِىٍّ أُرْسِلَ وَأَتَمَّ عَلَيْنَا النٍّعْمَةَ بِأَعْظَمِ دِيْنِ شَرْعٍ دِيْنِ اْلإسْلاَمِ ، أليَوْمَ أكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإسْلَمَ دِيْنًا
وَ أشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَتَرَكَنَا عَلىَ اْلمَحَجَّةِ اْلبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا ، لاَيَزِيْغُ عَنْهَا إلاَّ هَالِكٌ

أللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ الطَّاهِرِيْنِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإحْسَانٍ إلَى يَوْمِ الدِّيْنِ . أمَّا بَعْدُ,

فَيَا عِبَادَ اللهِ ! اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ, وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ وَعِيْدٌ كَرِيْمٌ, قَالَ الله ُعَزَّ وَجَلَّ : وَلِتُكْمِلُوْا العِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلىَ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ :

Hadirin sidang Jamaah Idul Fitri yang Dimuliakan Allah

Dalam suasana pagi hari yang khidmat berselimut rahmat dan kebahagiaan ini, marilah kita senantiasa memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala curahan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita semua, sehingga di pagi hari yang cerah ini kita dapat menunaikan sholat ‘Idul Fitri dengan khusyu’ dan tertib.

Hari ini, takbir, tahlil dan tahmid  berkumandang di seluruh penjuru dunia, mengagungkan asma Allah SWT. Gema takbir yang disuarakan oleh lebih dari satu setengah milyar umat manusia di muka bumi ini, menyeruak di setiap sudut kehidupan, di masjid, di lapangan, di surau, di kampung-kampung, di gunung-gunung, di pasar, dan di seluruh pelosok negeri umat Islam.

Pekik suara takbir itu juga kita bangkitkan disini, di bumi tempat kita bersujud dan bersimpuh ke hadirat-Nya. Iramanya memenuhi ruang antara langit dan bumi, disambut riuh rendah suara malaikat nan khusyu’ dalam penghambaan diri mereka kepada Allah SWT. Getarkan qalbu (hati) mukmin yang tengah dzikrullah, penuh mahabbah, penuh ridha, penuh roja’ (pengharapan) akan hari perjumpaannya dengan Sang Khaliq, Dzat yang mencipta jagat raya dengan segala isinya.

Kumandang takbir, tahlil dan tahmid itu sesungguhnya adalah wujud kemenangan dan rasa syukur kaum muslimin kepada Allah SWT atas keberhasilannya meraih fitrah (kesucian diri) melalui mujahadah (perjuangan lahir dan batin) dan pelaksanaan amal ibadah selama bulan suci Ramadhan yang baru berlalu. Allah SWT menegaskan :

وَلِتُكْمِلُوْا العِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلىَ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kamu semoga kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. al-Baqoroh : 185)

Islam sesungguhnya telah mengajarkan takbir kepada umatnya, agar ia senantiasa mengagungkan asma Allah SWT kapanpun dan di manapun, saat adzan kita kumandangkan takbir, saat iqamah kita lafalkan takbir, saat membuka shalat kita ucapkan takbir, saat bayi lahir kita perdengarkan kalimat takbir, saat menyembelih hewan kita baca takbir, bahkan saat di medan laga perjuangan, kita juga mengumandangkan suara takbir.

الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد

Dalam suasana hari raya ini, marilah kita menghayati kembali makna kefitrahan kita, baik sebagai hamba Allah maupun sebagai khalifatullah fil ardli. Di sinilah sesungguhnya letak keagungan dan kebesaran hari raya Idul fitri, Hari di mana para hamba Allah merayakan keberhasilannya mengembalikan kesucian diri dari segala dosa dan khilaf melalui pelaksanaan amal shaleh dan ibadah puasa Ramadhan, sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

 “Siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan atas dasar keimanan dan dilaksanakan dengan benar, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lewat”. (HR. Imam Muslim).


الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد

Namun patut diingat, bahwa dosa atau kekhilafan antar sesama umat manusia, ia baru terampuni apabila mereka saling memaafkan, dan karena itulah, mari kita jadikan momentum Idul Fitri yang suci ini untuk saling meminta dan memberi maaf atas segala kesalahan antar sesama, kita buang perasaan dendam, kita sirnakan keangkuhan dan kita ganti dengan pintu maaf dan senyum sapa yang tulus penuh dengan persaudaraan dan kehangatan silaturrahim antar sesama.

Terkait dengan kemuliaan orang yang mampu mensucikan dirinya ini, Allah SWT menggambarkan dalam firman-Nya, Surat Al-Fathir, ayat 18-21 :

وَمَنْ تَزَكَّى فَإنَّمَا يَتَزَكَّى لِنَفْسِهِ وَإلَى اللهِ الْمَصِيْرُ (18) وَمَا يَسْتَوِيْ اْلأَعْمَى وَاْلبَصِيْرُ (19) وَلاَ الظُّلُمَاتُ وَلاَ النُّوْرُ (20) وَلاَ الظِّلُّ وَلاَ اْلحَرُوْرُ (21

“Barang siapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya dia telah mensucikan diri untuk memperoleh kebahagiaannya sendiri. Dan hanya kepada Allah-lah tempat kembalimu. Bukankah tidak sama orang yang buta dengan orang yang melihat ? Bukankah pula tidak sama gelap-gulita dengan terang-benderang ? Dan bukankah juga tidak sama yang teduh dengan yang panas ?” (QS. al-Fathir : 18-21)

Pada ayat tersebut, Allah SWT membandingkan antara orang yang mampu mensucikan jiwanya dengan yang suka mengotorinya, laksana orang yang melihat dengan orang yang buta, laksana terang dan gelap, laksana teduh dan panas. Sungguh sebuah metafora yang patut kita renungkan. Allah seolah hendak menyatakan bahwa manusia yang suci, manusia yang baik, manusia yang menang dan beruntung itu, adalah mereka yang mau dan mampu melihat persoalan lingkungannya secara bijak dan kemudian bersedia menyelesaikannya, mereka yang mampu menjadi lentera di kala gelap, dan menjadi payung berteduh di kala panas. Mereka inilah pemilik agama yang benar, agama yang hanifiyyah wa al-samhah – terbuka, toleran, pemaaf, dan santun. Inilah agama tauhid, agama Nabi Ibrahim dan anak keturunannya : Ismail, Ishaq, Ya’kub, Yusuf, dan Nabi Muhammad saw.

الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد

Idul Fitri yang merupakan puncak ibadah ramadhan, pada hakikatnya memberikan pesan kepada kita, bahwa syari’at Islam mengajarkan kepada kesucian, keindahan, kebersamaan dan mengarahkan umatnya memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, duduk sama rendah berdiri sama tinggi, rukun dalam kebersamaan dan bersama dalam kerukunan. Segala kelebihan yang melekat dalam diri manusia dalam bentuk apapun, hendaknya disadari bahwa selain merupakan nikmat, ia juga sekaligus sebagai amanat.


الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد

Oleh karena Fitrah manusia dapat berubah dari waktu ke waktu berubah karena pergaulan, karena pengaruh budaya dan lingkungan, karena latar belakang pendidikan dan karena faktor-faktor lain, maka agar Fitrah itu tetap terpelihara kesuciannya, hendaknya ia selalu mengacu pada pola kehidupan islami yang berlandaskan Al-Qur’an, As-Sunnah dan teladan para ulama, pola kehidupan yang bersendikan nilai-nilai agama dan akhlak mulia, sehingga darinya diharapkan mampu membangun manusia seutuhnya, insan kamil yang memiliki keteguhan iman, keluasan ilmu pengetahuan serta tangguh menjawab berbagai peluang dan tantangan kehidupan.

Karena itu, segala kebiasaan baik yang telah kita lakukan di bulan suci Ramadhan, baik ibadah shiyam, qiyamullail, tilawah dan tadabbur Al-Quran, peduli kaum dluafa, mengendalikan amarah dan hawa nafsu, menjaga kejujuran hendaknya tetap kita lestarikan dan bahkan kita tingkatkan sedemikian rupa agar dapat menjadi tradisi yang mulia dalam diri, keluarga dan lingkungan masyarakat kita, sehingga Fitrah yang telah kita raih di hari yang agung ini akan tetap terpelihara hingga ahir kehidupan kita. Marilah kita jadikan spirit ibadah puasa sebagai perisai diri kita dari godaan dan ujian kehidupan di masa-masa mendatang.

الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد

Hadirin sidang Jamaah Idul Fitri yang Berbahagia

Ibadah shaum pada hakekatnya merupakan suatu proses penempaan dan pencerahan diri, yakni upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mengubah perilaku setiap Muslim, menjadi orang yang semakin meningkat ketakwaannya. Melalui ibadah shaum -sebagai manusia yang memiliki nafsu dan cenderung ingin selalu mengikuti hawa nafsu- kita dilatih untuk mengendalikan diri supaya menjadi manusia yang dapat berprilaku sesuai dengan Fitrah aslinya. Fitrah asli manusia adalah cenderung taat dan mengikuti ketentuan Allah SWT. Melalui proses pencerahan yang terkandung dalam ibadah shaum diharapkan setiap muslim menjadi manusia yang di mana pun kehadirannya, terutama dalam masyarakat yang bersifat plural ini dapat memberi manfaat kepada sesama.

Risalah Islam sesungguhnya bukan hanya diperuntukkan bagi umat Islam saja, tetapi ajarannya juga syarat dengan nilai-nilai yang bersifat universal. Seperti ajaran yang menekankan pentingnya setiap muslim agar mau dan mampu memberi manfaat kepada sesama. Dalam pandangan Islam, salah satu indikator kualitas kepribadian seseorang adalah seberapa besar kehadirannya mampu memberi manfaat kepada sesama, atau dalam bahasa lain semakin besar kemampuan seseorang memberikan manfaat kepada orang lain, maka semakin unggul pula kualitas keberagamaannya. Rasulullah SAW bersabda :

عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ النَّبِيَّ صَلَّّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَالَ : خَيْرُ النَّاسِ أنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Artinya “Sebaik-baik manusia (Muslim) adalah orang yang paling (banyak) memberi manfaat kepada manusia”. (HR. Al-Qudla’i)

الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد

Hal lain yang perlu kita sadari dalam mengarungi samudera kehidupan ini adalah, bahwa telah menjadi sunnatullaah bila kehidupan ini diwarnai dengan susah dan senang, tangis dan tawa, rahmat dan bencana, menang dan kalah, peluang dan tantangan yang acap kali menghiasi dinamika kehidupan kita. Orang bijak sering menyatakan, “hidup ini laksana roda berputar”, sekali waktu bertengger di atas, pada waktu lain tergilas di bawah. Kemarin sebagai pejabat sekarang kembali menjadi rakyat, beberapa waktu sebagai rakyat biasa kini menjadi presiden terpilih,satu saat kaya, saat yang lain hidup sengsara, kemarin sehat bugar, saat ini berbaring sakit, bahkan mungkin tetangga kita, saudara kita, orang tua kita, suami/istri kita, anak-anak kita tahun kemaren masih melaksanakan shalat ‘id disamping kita, sekarang mereka, orang-orang yang kita cintai itu telah tiada dan kembali kehadirat-Nya. Kehidupan dunia ini tidak ada yang kekal, ia akan terus bergerak sesuai dengan kehendak dan ketentuan Rabbul ‘Alamin.

Hadirin sidang Jamaah Idul Fitri yang Berbahagia

Sebagai seorang mukmin, tentu tidak ada celah untuk bersikap frustasi dan menyerah kepada keadaan, akan tetapi ia harus tetap optimis, bekerja keras dan cerdas seraya tetap mengharap bimbingan Allah SWT, karena sesungguhnya rahmat dan pertolongan-Nya akan senantiasa mengiringi hamba-hamba-Nya yang sabar dan teguh menghadapi ujian. Sebagai seorang mukmin, kita juga tak boleh hanyut dalam godaan dan glamornya kehidupan yang menipu dan fana ini.

Justru sebaliknya, orang mukmin harus terus menerus berusaha mengobarkan obor kebajikan, menebarkan marhamah, menegakkan da’wah, merajut ukhuwah dan menjawab segala tantangan dengan penuh kearifan dan kesungguhan. Bukankah Allah SWT telah berjanji :

وَلاَ تَهِنُوْا وَلاَ تَحْزَنُوْا وَأَنْتُمُ اْلأَعْلَوْنَ إِنُ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ 

Artinya “Dan janganlah kamu bersikap lemah dan bersedih hati, padahal kalian orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS. Ali Imran : 140).

Abu Hamid bin Muhammad Al Ghozali dalam Ihya Ulumuddin melukiskan para penghuni kehidupan dunia ini laksana seorang pelaut yang sedang mengarungi samudera, satu tarikan nafas bagaikan satu rengkuhan dayung, cepat atau lambat biduk yang ditumpangi akan mengantarkannya ke pantai tujuan. Dalam perjalanan itu, setiap nahkoda berada di antara dua kecemasan, antara mengingat perjalanan yang sudah di lewati dengan rintangan angin dan gelombang yang menerjang dan antara menatap sisa-sisa perjalanannya yang masih panjang di mana ujung rimbanya belum tentu dapat mencapai keselamatan.


Hadirin sidang Jamaah Idul Fitri yang Berbahagia
Suatu saat Lukman Al Hakim, seorang shalih yang namanya diabadikan dalam Al-Qur’an pernah menyampaikan taushiyah kepada putranya:

َيا بُنَيَّ ! إنَّ الدُنْيَا بَحْرٌ عَمِيْقٌ وَقَدْ غَرَقَ فِيْهَا أُنَاسٌ كَثِيْرٌ ، فَاجْعَلْ سَفِيْنَتَكَ فِيْهَا تَقْوَى اللهِ 
وَحَشْوُهَا الإيْمَانُ وَشَرَاعُهَا التَّوَكَّلُ عَلىَ اللهِ لَعَلَّكَ تَنْجُوْ

“Wahai anakku, sesunguhnya dunia ini laksana lautan yang dalam dan telah banyak manusia tenggelam di dalamnya, oleh karenanya, jadikanlah taqwa kepada Allah SWT sebagai kapal untuk mengarunginya, iman sebagai muatannya, tawakkal sebagai layarnya niscaya engkau akan selamat sampai tujuan”.

الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد

Akhirnya, semoga Allah SWT senantiasa berkenan membimbing kita semua agar tergolong hamba-hambanya yang mampu meraih sertifikat kefitrahan di hari perayaan kemenangan yang agung ini, sehinnga kita layak mendapatkan penghargaan “Minal’aidin Walfaizin”, Semoga Allah SWT berkenan mencurahkan rahmat-Nya kepada bangsa Indonesia serta umat Islam pada umumnya untuk senantiasa mengamalkan syariat-Nya, menghidupkan sunnah-sunnah Rasul-Nyaز

Semoga momentum Idul Fitri ini juga benar-benar mampu mengantarkan tatanan kehidupan kita yang berlandaskan nilai-nilai agama, akhlak karimah, kebersamaan dan kasih sayang guna terwujudnya ummat dan masyarakat Indonesia yang berharkat dan bermartabat, sejahtera dan berperadaban, baldatun thayyibatun warabbun ghafur, bangsa yang gemah ripah lohjinawi di bawah naungan ridla Allah SWT. Amin, Ya Mujiibas saa-iliin.

جَعَلَنَا اللهُ وَ إِيَّاكُمْ مِنَ الْعَآئِدِيْنَ الْفَآئِزِيْنَ الْآمِنِيْنَ , وَ أَدْخَلَنَا وَ إيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ الْمُتَّـقِيْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ الْمُوْقِنِيْنَ . وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَ ارْحَمْ وَ أَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ 



KHUTBAH II


الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر
الله أكبر كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَ سُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَ أَصِيْلًا . الْحَمْدُ للهِ الْعَلِيْمِ الْحَلِيْمِ الْغَفَّارِ الْعَظِيْمِ الْقَهَّارِ الَّذِى لَاتَخْفَى مَعْرِفَتُهُ عَلَى مَنْ نَظَرَ فِى بَدَآئَعِ مَمْلَكَتِهِ بِـعَيْنِ الْإِعْتِبَار . وَأَشْهَدُ أَنْ لَاإِلـهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةَ مَنْ شَهِدَ بِهَا يَفُوْزُ فِى دَارِ الْقَرَارِ , وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا 
مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ 

أَمَّا بَعْدُ : فَـيَآ أَيُّهَا النَّاسُ , اِتَّقُوْا اللهَ وَ أَطِيْعُوْا الرَّسُوْلَ وَ أُولِى الْأَمْرِ مِنْكُمْ , وَ أَنِيْبُوْا إِلَى 
رَبِّكُمْ وَ أَسْلِمُوْا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُوْنَ . إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا . اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ التَّابِعِيْنَ وَ ارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ 

اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ وَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَ الْأَمْوَاتِ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ 

اللهم يَا مُيَسِّرَ كُلِّ عَسِيْرٍ , وَ يَا جَابِرَ كُلِّ كَسِيْرٍ , وَ يَا صَاحِبَ كُلِّ فَرِيْدٍ , وَ يَا مُغْنِيَ كُلِّ فَقِيْرٍ , وَ يَا مُقَوِّيَ كُلِّ ضَعِيْفٍ , وَ يَا مَأْمَنَ كُلِّ مُخِيْفٍ , يَسِّرْ كُلَّ عَسِيْرٍ , فَتَيْسِيْرُ الْعَسِيْرِ عَلَيْكَ يَسِيْرٌ , اللهم يَا مَنْ لَا يَحْتَاجُ إِلَى الْبَيَانِ وَالتَّفْسِيْرِ , حاجَاتُنَا إِلِيْكَ كَثِيْرٌ , وَأَنْتَ عَالِمٌ وَّبَصِيْرٌ 

.اللهم إِنَّا نَخَافُ مِنْكَ وَنَخَافُ مِمَّنْ يَخَافُ مِنْكَ وَنَخَافُ مِمَّنْ لَا يَخَافُ مِنْكَ , اللهم بِحَقِّ مَنْ يَخَافُ مِنْكَ , نَجِّنَا مِمَّنْ لَا يَخَافُ مِنْكَ , بِحَقِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أُحْرُسْنَا بِـعَيْنِكَ الَّتِى لَا تَنَامُ , وَاكْنُفْنَا بِـكَفَنِكَ الَّذِى لَا يُرَامُ , وَارْحَمْنَا بِقُدْرَتِكَ عَلَيْنَا فَلَا تُهْلِكْنَا , وَأَنْتَ رَجَآءُنَا , بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ 

اللهم أَعِنَّا عَلَى دِيْنِنَا بِالدُّنْيَا , وَعَلَى الدُّنْيَا بِالتَّقْوَى , وَعَلَى التَقْوَى بِالْعَمَلِ , وَعَلَى الْعَمَلِ بِالتَّوْفِيْقِ , وَعَلَى جَمِيْعِ ذلِكَ بِـلُطْفِكَ الْمُفِضِى إِلَى رِضَاكَ الْمُنْهِى إِلَى جَنَّتِكَ الْمَصْحُوْبِ ذلِكَ بِالنَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ

يَا اللهُ … يَا اللهُ … يَا اللهُ … يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْنَ يَا رَحْمنُ يَا رَحِيْمُ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ يَا ذَا الْمَوَاهِبِ الْعِظَامِ … نَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِيْ لَا إِلـهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ

اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ التَّوْفِيْقَ لِـمَحَبَّتِكَ مِنَ الْأَعْمَالِ , وَصِدْقَ التَّوَكُّلِ عَلَيْكَ , وَحُسْنَ الظَّنِّ بِكَ , وَالْغُنْيَةَ عَمَّنْ سِوَاكَ , وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ


diolah dari http://pcnu-bandung.com/khutbah-idul-fitri-mengurai-makna-fitrah-di-tengah-arus-perubahan-dan-dinamika-kehidupan/ 

<html>
 <head>
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-5026633091698896"
     crossorigin="anonymous"></script>
</head>
</html>

Saturday, August 4, 2012

KHUTBAH IDUL FITRI 1437 H Versi BAHASA JAWA


Khutbah Idul Fitri 1437 H/2016 M
Zudi Rahmanto
اَللهُ اَكْبَرْ (×9)
 اَللهُ اَكْبَرْ مَا هَبَّتْ نَسَائِمُ اْلاَفْرَاحِ بِالتَّهَانِى وَالسُّرُوْرِ, وَاَقْبَلَتْ بَشَائِرُ اْلا َعْيَادِ بِالتَّدَانِى وَاْلحُبُّوْرِ, وَتَعَطَّرَتِ اْلاَفْوَاهُ كَمَا يَنْبَغِى اَنْ يُحْمَدَ رَبُّنَا وَيُشْكَرَ. اَللهُ اَكْبَرْ, مَاسَجَعَتْ وُرْقُ اْلمُؤَذِّنِيْنَ فَوْقَ اْلمَنَائِرِ. وَغَرَّدَتْ بَلاَبِلُ اْلخُطَبَاءِ فَوْقَ اَعْوَادِ اْلمَنَابِرِ. وَنُشِرَتْ فِى هَذَا اْليَوْمِ اَعْلاَمُ التَّكْبِيْرِ وَالذِّكْرِ, وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ.
اَللهُ اَكْبَرْ, مَا تَزَيَّنَ الْمُسْلِمُوْنَ بِجَمِيْلِ الثِّيَابِ وَخَرَجُوا يَمْشُوْنَ اِلَى اْلمَسَاجِدِ وَالصَّحَارَى ذَاكِرِيْنَ اللهَ فِى الذَّهَابِ وَاْلاِيَابِ. فَهَنِيْئًا لِمَنْ بِاْلاِخْلاَصِ قَدْ تَعَطَّرَ.
 اَللهُ اَكْبَرْ, مَا جَهَرَ مُسْلِمٌ بِالتَّكْبِيْرِ مِنْ مَنْزِلِهِ اِلَى مُصَلاَّهُ, وَاسْتَمَرَّ يُكَبِّرُ حَتَّى قَدُمَ اْلاِمَامُ وَقَامَ اِلَى الصَّلاَةِ, فَنَوَى بِتَكْبِيْرَةِ اْلاِحْرَامِ وَقَالَ : اَللهُ اَكْبَرْ.
 اَللهُ اَكْبَرُ فِى مِثْلِ هَذَا الْيَوْمِ تَتَضَاعَفُ اْلاُجُوْرُ وَاْلحَسَنَاتُ, وَتَنْمُوْ بِهِ اْلخَيْرَاتُ وَاْلبَرَكَاتُ, وَيُسْتَزَادُ مِنْ اَلاَءِ اللهِ وَيُسْتَكْثَرُ.
 اَللهُ اَكْبَرْ (×٣(
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى مَدَّ لَنَا مَوَائِدَ اِحْسَانِهِ وَاِنْعَامِهِ, وَاَعَادَ عَلَيْنَا فِى هَذَا اْليَوْمِ عَوَائِدَ بَرِّهِ وَاِكْرَامِهِ, وَاَلْبَسْنَا مَلاَبِسَ اْلعِزِّ وَاْلاَفْخَرِ. اَحْمَدُهُ حَمْدَ مَنْ نَطَقَتِ اْلاَلْسُنُ بِشُكْرِهِ فِى اْلمَسَاءِ وَالصَّبَاحِ, وَتَرَنَّمَ بِهِ اْلعَبْدُ فِى كُلِّ غُدُوٍّ وَرَوَاحٍ, وَسَبَّحَ بِحَمْدِ رَبِّهِ وَاسْتَغْفَرَ.وَاَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ, اَلْمُشَفَّعِ فِى الْمَحْشَرِ, وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ بِمِلَّتِهِ اشْتَهَرَ.
 اَللهُ اَكْبَرْ (×٣(  عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوْا اَنَّ هَذَا يَوْمُ عِيْدٍ وَسُرُوْرٍ ... وَاِعْتَاقٍ مِنَ النَّارِ وَاُجُوْرٍ……..

Kaum Muslimin Muslimat Rahimakumullah…
Langkung rumiyin kulo wasiyat dumateng pribadi kulo piyambak lan dateng kaum sedulur kulo muslim sedoyo. Monggo sami ajrih dateng ngarsanipun Allah kelawan netepi sikap lan sifat takwa ingkang saestu-estu. Sejatosipun takwa inggih kelawan ngamalaken sedoyo menopo ingkang dados dawuhipun Allah lan nebihi sedoyo  larangan-laranganipoun Allah swt.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Kaum Muslimin Muslimat Ingkang kulo mulyaaken… Dinten niki dinten riyoyo Fitri utawi Idul Fitri. Fithri nniku artosipun secara bahasa buko, minongko tandane wus rampung anggene nglampahi puasa ramadhan. Kanthi rahmat lan kabugrahaning Gusti Allah, kito sedoyo saget ngrampungaken kewajiban puasa kang kelebu rukun Islam kang werno limo. Saksuwene poso nniku kito pun saget nyingkirake hawa nafsu saking mangan ,ngombe lan liya liyane ,mulo kelawan tumibane ‘Idul Fitri iki kito kraos pikantuk kemenangan koyo dene prajurit kang nembe kondur saking medan perang kelawan mbekto kemenangan kang kilang gumilang, sak temene nggih pancen kados mekaten, nglawan hawa nafsu niku dumunung sewijine jihad, sewijine perjuangan kang gede, Rosululloh saw naliko kondur saking peperangan nglawan musuh kaum kafir lan musyrikin ing medan perang, Panjenenganipun  banjur ngendika:
رَجَعْنَا مِنَ الْجِهَادِ اْلاَصْغَرِ اِلَى اْلجِهَادِ اْلاَكْبَرِ, جِهَادِ النَّفْسِ
Artine: Kito kabeh pada bali songko jihad kang cilik (ngelawan mungsuh) nuju ngadepi jihad kang luwih gedhe, ya niku Jihad (nglawan) Nefsu”..
Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar.
Kaum muslimin yang berbahagia!
Akeh banget poro menungso kang ngakeni beragama islam, nanging sholat mboten nate ngelakoni, poso ugi mboten. Anehe yen ‘Idul Fitri pun dumugi, yo melu bungah-bungah, lan melu seneng-seneng, klambi anyar,  lan liya-liyane. Polah tingkahipun menungso-menungso wau koyo-koyo poro pahlawan ingkang nembe wangsul sangking medan perang, nanging sak temene rupane mungsuh mawon mboten sami weruh, nopo manlih mateni lan natoni mengsah.
Banget olehe mboten gadhahi raos isin piyantun-piyantun kados mekaten nniku, ngaku nipun pahlawan perang, nyatane mung pahlawan jajan lan jenang.  Nyambut riyadin kanthi bingah lan suko cito pareng ke mawon,, bungah-bungah oleh, nanging sak madya mawon. Ono sawijine ulama islam, arane Abu Yazid, ngucap mangkene :
لَيْسَ اْلعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ اْلجَدِيْدَ, وَلاَ لِمَنْ اَكَلَ اْلقَدِيْدَ, وَلَكِنَّ اْلعِيْدُ لِمَنْ طَاعَتُهُ تَزِيْدُ, وَخَافَ اْلوَعِيْدَ.
Artine: “riyoyo niku dudu kanggo piyantun kang nyandang anyar tur mangan dendeng enak, nanging riyoyo niku kanggone piyantun kang ketaatane marang Alloh biso tambah lan wedi marang ancaman siksane.”
Dadi jelas menawai piyantun kang naliko nyambut dino riyoyo mung kelawan seneng-seneng lan lampah mubadzir, nniku namung nuruti kekarepane howo nafsune lan yen dituruti terus, hawa nafsu nniku mboten wonten mareme, ora ono akhire. Tambah suwe tambah ndadi, koyo dene piyantun ngunjuk banyu segoro kang asin, tambah akeh olehe ngombe, tambah nemen ngelake. Imam Al Bushiri ing dalem kitab Al Burdah, ngaturaken syi’irane :
وَالنَّفْسُ كَالطِّفْلِ اِنْ تُهْمِلْهُ شَبَّ عَلَى * حُبِّ الرَّضَاعِ وَاِنْ تَفْطِمْهُ يَنْفَطِمِ
“Howo nafsu niku koyo bocah cilik, lamun siro tok ake, mesti terus olehe seneng nyusu, nanging lamun siro sapih (dipedot) hiyo bakal kasapih (biso medhot banyu susu).”
Rosululloh SAW ngendikaake yen piyantun kang seneng nuruti nafsune niku durung biso sempurno imane.
لاَيُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّي يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ
Artine : “Ora sampurno imane salah sawijine siro kabeh, sahinggo howo nafsune gelem di anutake marang agomo kang ingsun (Nabi Muhammad) gawa (yakni Agami Islam).”  Diriwayatake deneng Imam Bukhori.
Dados sanes agamine kang dianutake miturut kekarepane howo nafsune, Nanging howo nafsune kang kedah di rem, dipekak lan sarto dikendalikno sarto disetir dening agami Islam. Yen lampah niki pun saget ditindak aken nembe saget kawastanan sampurno imanipun.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Kaum Muslimin Muslimat Ingkang Berbahagia.
Saben-saben piyantun kang anduweni cito-cito utowo niat kepingin gayuh sewijine perkoro kang nyebabake kepenak, mesti lan wajib wani ngadepi kesengsaran, kerupekan lan wajib tahan tur sabar.  Kito kepingin ngraosaken legine nangka, kedah wani keno pulut, kito kepingin ngraosaken legine madu tawon, kedah wani dientup tawon, lan sak lajengipun.
Ringkesipun kabeh kelapangan lan kesenengan kedah digoleki kelawan wani nandang sengsoro lan prihatin. Semanten ugi dino riyaya niki, dino kang dirameake kelawan kabungahan lan kasenengan, saget kalampah mung kelawan wontenipun wulan poso romadhon ingkang ing sak lebeting sewulan muput terus-terus ngraosaken ngelak lang ngelih utawa weteng luwe. Mulo piyantun kang tumut Riyoyo, emoh nindakaken poso niku keno diarani gawe sakepenake dewe, ibarat gelem mangan nangkane emoh gupak pulute. Rekoso disik banjur bungah-bungah, niku ora mung menungso thok, cobi kito pirsani kahanane kupu, asale uler. Naliko deweke kepengin biso mabur dadi kupu, bebas mrono mrene, banjur deweke ngenthung, poso ora mangan lan ora ngombe, awake dilebokake guwo, yoniku enthunge/ungkrunge, nganthi pirang-pirang dino. Akhire dadi kupu, biso ngambah gegono, mebur kelawan sentosa. Kang mengkene wajib dadi pepeling utowo tadzkiroh tumrap poro menungso kang biso migunaake akale. Mulo niku cocok banget nopo ingkang dipun dhawuhake dening Allah Ta’ala :
فَإِنَّ مَعَ اْلعُسْرِ يُسْرًا ، إِنَّ مَعَ اْلعُسْرِ يُسْرًا (سورة الإنشراح: 5-6)
 Artine : “Amarga Sa’temene sawuse angel iku ana gampang. Satemene sawuse angel ana gampang”

Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar.
Poro kaum muslimin !
Naliko Shiyam kito ngraosaken ngelih lan ngelak, kiro-kiro mung ing wektu poso thok kito ngraosaken mekaten, menawi mboten poso mesti saget dhahar-ngunjuk-udud nganti kuwaregen lan marem. Nanging yen kitho neliti kahanane poro kaum faqir miskin, sangsara banget pagesanganipun, sedina mangan sedina mboten, sandangane suwek-suwek owal-awilan mboten wonten gantine lan saben dinane mlaku turut dalan jaluk kawelasane tiyang sanes. Piyantun kang mengkene iki saben dino ngraosaken ngelak lan ngelih, saben dina atine tansah susah kerono durung karuan kang dipangan. Kadang-kadang ketambahan nggadahi anak yatim, sebab bapake wus ora ono, minggat utowo sampun swargi. Mulo niku sakwuse kitho ngraosaken sangsarane ora mangan lan ora ngombe sewulan muput, banjur mestine yo kedah thukul roso welas lan asih marang poro faqir miskin.
Kerono niku agama islam banjur majibaken tumrap ummatipun supados ngedalaken zakat fithrah lan yen ono sandangan kang wus ora dienggo, becike dishodaqohake marang piyantun-piyantun kang kekurangan niku. Kelawan nindaake iki, kitho jenenge wus ngamalake perintahe Rosululloh saw hiyo niku :

أَغْنُوْهُمْ عَنِ السُّؤَالِ فِى هَذَا اْليَوْمِ .

Artine : “Poro faqir miskin niku cukupono (sandang pangane) supoyo ojo nganthi jejaluk ing dino riyoyo iki.”

Tegese ojo nganthi yen dino riyoyo niku katon ono piyantun ngemis, sebab mesaake banget, wayahe piyantun akeh podo seneng-seneng, sambang-sinambang, ziaroh-ziarohan kelawan mangan jajan lan ngombe wedang, dumadaan isih ono sepirangan menungso kang kapekso jaluk-jaluk kanggo ngisi wetenge, mongko yen ditakoni agamane, piyantun ngemis mahu ngandaake, “agami kulo Islam”. Dadi yen mengkono piyantun niku isih sedulur kitho dewe tunggal agama. Opo ora terenyuh manah kitho. Mugo-mugo kitho diparingi sifat welas lan asih marang sepdo-podo makhluq ing bumi, supoyo kitho diasihi dening sinten kemawaon kang mapan ono ing langit. Rosululloh saw dawuh :
اِرْحَمْ مَنْ فِى اْلأَرْضِ ، يَرْحَمْكَ مَنْ فِى السَّمَاء
ِArtine : “Welaso siro marang kang ono ing bumi, siro mesti diwelasi kang ono ing langit.” Diriwayatake dening Imam At Thobroni saking shohabat Jarir ra.

Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar.
 أَعُوْذُ باِللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ  :وَاَنْفِقُوْا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ اَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ اْلمَوْتُ فَيَقُوْلُ رَبِّ لَوْلاَ أَخَّرْتَنِى اِلَى أَجَلٍ قَرِيْبٍ , فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِيْنَ. وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا , وَاللهُ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ  (سورة المنافقون : ۱۰-۱۱(
Artine :
“Lan siro kabeh podo infaqna songko rizqi kang wus ingsun paringake marang siro kabeh, sak durunge salah suwijine siro kabeh niku katekan pati, banjur matur : “Duh pengeran kulo, mugi panjenengan paring wekdal sakedap kemawon kulo bade shodaqoh lan bade dados golonganipun tiyang sahe-sahe. Alloh ora bakal paring kelonggaran wektu marang piyantun lamun wus teka titi mangsane pati. Alloh niku Moho Waspodo marang opo wahe kang siro kabeh tindaake.”
بَارَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْاَنِ اْلعَظِيْمِ . عِبَادَ اللهِ, أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ, وَاَحُثُّكُمْ وَنَفْسِى عَلَى طَاعَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ. أَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِى وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ, إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
الخطبة الثانية
الله أكبر  X7
الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا. أشهد أن لاإله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله . اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين وسلم تسليما كثيرا .
أما بعد  :فيا أيها الناس اتقوا الله ولازموا الصلاة على خير خلقه عليه الصلاة والسلام.  فقد أمركم الله بذلك إرشادا وتعليما. فقال: إن الله وملائكته يصلون على النبى . يا أيها الذين أمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين . وعلى التابعين ومن تبعهم بإحسان الى يوم الدين. وارحمنا معهم برحمتك يا أرحم الراحمين.

اللهم اغفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات الأحياء منهم والأموات إنك على كل شيئ قدير . اللهم أعز الإسلام والمسلمين. وأهلك الكفرة والمبتدعة والرافضة والمشركين . ودمر أعداء الدين . واجعل اللهم ولايتنا فيمن خافك واتقاك. ربنا أتنا فى الدنيا حسنة وفى الأخرة حسنة وقنا عذاب النار . ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بلإيمان ولا تجعل فى قلوبنا غلا للذين أمنوا ربنا إنك رؤوف الرحيم والحمد لله رب العالمين.